1.
Penjelasan mengenai peranan konflik
dalam mengembangkan manajemen di perusahaan beserta keadaan dan penyelesaian
contoh kasus secara nyata.
Analisa:
Menurut Wijono
(2010), ketika orang mengalami frustasi yang belum terselesaikan dalam
menjalani proses kehidupan, maka ia tidak mungkin dapat terlepas dari konflik.
Namun, konflik dapat membuat seseorang mengalami perubahan-perubahan perilaku,
yang seringkali mengganggu dan bahkan membuat seseorang mengalami stress. Tapi,
di sisi lain konflik membuat orang menjadi tertantang untuk mengatasinya.
Begitu pula sama halnya dalam sebuah organisasi dan manajemen dalam perusahaan.
Konflik dapat berperan terhadap perusahaan dengan pengaruh negatif seperti
menimbulkan emosi dan stres negatif, berkurangnya komunikasi yang digunakan
sebagai persyaratan untuk koordinasi, dapat menimbulkan prasangka-prasangka
negatif. Sedangkan pengaruh positif dari konflik tersebut seperti membawa
masalah-masalah yang diabaikan sebelumnya secara terbuka, memotivasi orang lain
untuk memahami setiap posisi orang lain, mendorong ide-ide baru, memfasiliasi
perbaikan dan perubahan.
Untuk menghadapi
konflik dalam mengembangkan manajemen di perusahaan, diperlukan adanya kerangka
kerjasama secara khusus yang dapat digunakan untuk menganalisis adanya dinamika
psikologis dan perilaku terjadinya konflik antar pribadi atau antara diri
sendiri dengan orang lain dalam organisasi perusahan tersebut (Wijono, 2010).
Contoh Kasus:
Dalam sebuah
bank X (perusahaan layanan jasa) di bagian pemasarannya, ada beberapa karyawan
yang saling bertentangan karena ide-idenya tidak sama dalam menjaring nasabah
bank tersebut. Kondisi dan situasi ini tentunya dapat menganggu interaksi
diantara beberapa karyawan dan kedua belah pihak di perusahaan bank tersebut
khususnya di bagian pemasaran.
Penyelesaian
Permasalahan Kasus:
Konflik yang
telah terjadi pada kasus diatas dapat diselesaikan melalui perundingan. Cara ini dilakukan dengan melakukan
dialog terus menerus antar kelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum
yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan kepentingan bersama
dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Selain itu, kedua
belah pihak dapat menyadari akan pentingnya keterbukaan dalam menghadapi
konflik, pencairan dengan melakukan dialog untuk mendapatkan suatu pengertian,
dan belajar empati, dengan melihat kondisi dan kecemasan orang lain sehingga
didapatkan pengertian mengenai orang lain, sehingga keduanya dapat berusaha
untuk menciptakan komunikasi secara terbuka, melalui dengan melihat kekurangan
dan kelebihan masing-masing ide yang dikemukakan, dan berusaha untuk mencari
titik temu dalam menyelesaikan konflik yang terjadi.
2.
Peranan kepemimpinan dalam mengatasi
konflik struktural dan konflik fungsi kerja yang terjadi di dalam sebuah sistem
manajemen diperkantoran beserta keadaan dan penyelesaian contoh kasus secara
nyata.
a. Peranan
kepemimpinan dalam mengatasi konflik struktural
Analisa
Konflik Struktural:
Menurut Wijono (2010), peran
kepemimpinan akan bermanfaat secara tepat bagi kolega maupun karyawan dalam
organisasi. Konflik hierarki dapat muncul ketika ada benturan di hierarki
struktural. Semakin kompleks hierarki strukturalnya, maka semakin sering
terjadi adanya konflik di antara para pejabat yang ada di dalam struktur
organisasi dalam perusahaan tersebut. Para pejabat yang seringkali merasa
banyak mendapat tekanan baik dari antara kolega, atasan, maupun bawahannya
adalah pejabat yang berada pada tingkat struktural dan manajer madya.
Konflik organisasi muncul karena
adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi
konflik secara vertikal tersebut. Pimpinan cenderung menggunakan struktur
hierarki dalam hubungannya dengan otoritas. Konflik organisasi dalam perusahaan
ini dapat terjadi karena pimpinan berusaha untuk mengendalikan aktivitas dan
tindakan yang dilakukan oleh bawahannya (Wijono, 2010).
Contoh
Kasus Konflik Struktural:
Seorang kepala bagian marketing
mendapatkan tugas dari manajer marketing untuk segera menyelesaikan daerah
marketnya yang mengalami penurunan omzet penjualan. Sebaliknya, para
supervisornya mengatakan bahwa semua tugas sudah dijalankan dengan
sebaik-baiknya, tetapi mereka mengatakan pula bahwa omzet penjualan tidak dapat
berlaku di daerah yang dimaksudkan oleh kepala bagiannya. Selain itu, para
koleganya cenderung menyalahkan dirinya dalam memimpin para supervisor
tersebut.
Penyelesaian
Permasalahan Kasus Konflik Stuktural:
Penyelesaian kasus untuk masalah
konflik struktural organisasi seperti diatas, lebih baik bila digunakan dengan
pengganti dari peraturan-peraturan birokratis yang berusaha mengendalikan
bawahannya. Misalnya, seorang pimpinan melakukan pendekatan birokratis untuk
melihat dan mengevaluasi secara jelas tentang tugas dan tanggung jawab bahkan
sikap dan sifat-sifat pribadi di bawahannya, sehingga kemajuan dan kemunduran
bawahannya dapat segera diatasi secara hierarki. Pendekatan birokratis yang
menitikberatkan hierarki struktural ini dapat membuat bawahannya mengalami
konflik karena sebagai bawahan selalu dikendalikan oleh atasannya. Pendekatan birokratis
dalam organisasi tersebut betujuan untuk mengantisipasi konflik vertikal (hierarki)
dengan cara melakukan hierarti struktural (Wijono, 2010)
b. Peranan
kepemimpinan dalam mengatasi konflik fungsional
Analisa Konflik Fungsional:
Menurut Ivancevich, Konopaske, dan
Matteson (dalam Wijono, 2010), konflik fungsional adalah konfrontasi antara
kelompok-kelompok yang menginginkan keuntungan dan peningkatan prestasi
organisasi dalam suatu departemen pekerjaan dengan departemen pekerjaan lainnya.
Konflik fungsional dapat diarahkan untuk menambah perubahan adanya kesadaran
terhadap masalah atau kebutuhan yang ditunjukkan tersebut, hasil yang lebih
luas dan produktif mengkaji untuk solusi dan secara umum memfasilitasi
perubahan positif, adaptasi, dan inovasi.
Contoh Kasus Konflik Fungsional:
Dua departemen di sebuah rumah sakit swasta mengalami
konflik dalam rangka menentukan metode perawatan kesehatan pasien yang paling
adaptif bagi keluarga yang kurang mampu
dengan jaminan kesehan. Dua departemen sepakat atas tujuan yang telah
ditetapkan, tetapi tidak mempunyai kesepakatan dalam mencapainya. Apapun
hasilnya, keluarga yang kurang mampu dan mempunyai jaminan kesehatan tersebut
berakhir dengan hanya dilayani sekali perawatan medis saja.
Penyelesaian
Permasalahan Kasus Konflik Fungsional:
Penyelesaian masalah konflik
fungsional cenderung lebih cocok menggunakan model pendekatan sistem. Model pendekatan
perundingan memberikan tekanan terhadap masalah-masalah kompetisi dan model
pendekatan birokrasi memberi tekanan pada kesulitan-kesulitan dalam
pengendalian dengan mengordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul. Pendekatan
ini memberi tekanan hubungan lateral dan horizontal antara berbagai fungsi yang
ada dalam organisasi (Wijono, 2010).
3.
Pandangan mengenai praktek dehumanisasi
yang biasanya sering muncul dalam praktek-praktek manajemen dan contoh nyatanya
serta penentuan jenis pelanggaran yang terjadi jika praktek dehumanisasi
berlangsung.
Analisa:
Menurut saya praktek dehumanisasi dalam
praktek-praktek manajemen Itu sangat tidak baik, karena memperkerjakan orang/
karyawan tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan undang-undangan
ketenagakerjaan. Praktek
dehumanisasi biasanya sering terjadi
pada pekerja buruh. Dimana mereka bekerja diperlakukan secara sewenang-wenang
dan tidak diperlakukan secara layak dan adil. Praktek dehumanisasi biasanya
juga terjadi di perusahan-perusahaan, dimana karyawannya diberlakukan secara
tidak adil atas hasil kerja mereka, misalnya seperti pemecatan karyawan tanpa
adanya pertimbangan.
Contoh Kasus:
Kasus
Pertama: Pemecatan Karyawan (Unskilled Labour) Perusahaan
Mereka yang paling terkorbankan adalah
mereka karyawan perusahaan yang termasuk unskilled labour, karena demi efisiensi dan juga tentu
saja demi meningkatkan daya kompetitif, perusahaan banyak menggantikan mereka
dengan robot-robot atau kecanggihan perkembangan teknologi secara mutakhir,
yang tentu saja dapat menekan labour
cost walaupun dapat menaikkan
sedikit overhead. Belum lagi masalah non-biaya, kecermatan robot tentu
lebih unggul daripada manusia walaupun robot tentu saja kurang dalam
kreativitas dan imajinasi. Namun dalam kasus unskilled
labour ini tentu saja
kecermatan lebih diutamakan dibandingkan kreativitas dan imajinasi.
Penentuan jenis pelanggaran: pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Kasus Kedua: Perbudakan Karyawan Toko
Praktik perbudakan
ternyata masih terjadi di Indonesia, salah satu kasus perbudakan juga terjadi
di kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel). Perbudakan terjadi di toko baju
dan sepatu "X" di Kabupaten OKI, Sumsel. Para karyawan toko ini diperbudak
sang majikan toko. Enam pekerja yang diperbudak majikan toko melapor ke Polres
OKI dengan laporan perbudakan, penyiksaan dan tidak mendapatkan gaji selama
setahun lebih. Praktik perbudakan
ini terungkap setelah keenamnya berhasil bebas dari tempat kerja sang majikan
lantaran dijemput paksa pihak keluarga yang meminta bantuan Polsek lempuing,
OKI Sumsel. Tidak hanya gaji yang tidak dibayar setahun lebih, para karyawan di
pekerjakan menjadi tukang pijat sang majikan dan sering mendapatkan
penganiayaan dari majikan.
Penentuan jenis pelanggaran: pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi pada korban
(pekerja)
Sumber Referensi:
Wijono, S. (2010). Psikologi industri & organisasi dalam
suatu bidang gerak psikologi sumber daya manusia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
0 komentar:
Posting Komentar